Takdir

Rukun iman yang harus kita yakini. Kukira meyakini dan menerima takdir memang sulit bagi sebagian orang, atau bahkan setiap orang pasti pernah ada di fase dia menyangkal takdir.

Itu yang terjadi padaku beberapa hari ini. Menyangkal bahwa aku harus merantau ke pulau seberang. Tidak, aku ralat sebenarnya lebih kepada mengharap ada yang melarangku untuk pergi.

Dulu saat sekolah aku sering kali pulang malam, pulang sekolah main kerumah teman atau jalan-jalan ke pantai atau ke mall. Teman-temanku pasti akan di sms (jaman dulu masih sms) orangtuanya, atau ditelpon agar segera pulang. Tapi aku berbeda, bapak dan ibu tidak pernah menanyakan aku dimana, pulang kapan, pergi dengan siapa, tidak pernah. Saking iri nya dengan yg lain aku pernah menangis, walau tentu saja tangisanku pun tidak pernah kuperlihatkan didepan kedua orangtuaku.

Lalu hari ini aku menangisi keadaan yang sama. Keluargaku tidak ada yg melarangku untuk merantau ke pulau seberang. Pacar pun aku tidak punya, jadi tidak ada juga alasan aku harus memberatkan apa. Menyedihkan. Di saat seperti ini aku hanya ingin ada orang yang dengan tegas melarangku pergi. Saat ini pula aku tidak akan pergi, jika ada. Tapi nyatanya, tidak ada.

Kuceritakan kegelisahanku pada temanku malam ini. Obrolan kami cukup panjang, tidak melulu mengobrolkan urusan kepergianku. Tapi entah bagaimana, mereka berhasil membuat aku sadar kembali, membuat aku sanggup berpikir jernih dan menerima takdir. Takdir yang sudah Allah tuliskan sejak dulu.

“Allah sudah mengabulkan doamu, terus km ngapain bingung? Pas udah dikabulin kok malah menolak, gimana nanti Allah mau ngabulin doamu yg lain?”

Kalimat yang berhasil membuat aku sadar bahwa ini keinginanku, ini takdirku, kenapa aku harus menyangkal ?

Lalu memoriku berputar kembali, bagaimana aku berdoa, bagaimana aku berusaha belajar keras, bagaimana Allah menghadirkan sosok teman yang menyemangatiku, bagaimana Allah melancarkan perjalanan tes ku, bagaimana Allah bahkan memberikan kesempatan untukku agar bisa merayakan idul fitri tahun ini bersama keluarga dulu sebelum mungkin tahun-tahun besok tidak bisa kulakukan.

Itu semua takdir-takdir Allah yang begitu indah, tapi kenapa malah sempat kuragukan ?

Surat untukmu

Aku masih berharap, ada kesempatan untuk kita.

Surat terbuka ini aku tulis untukmu. Seseorang yang aku harapkan bisa tumbuh bersama, menua bersama, di satu atap yang sama.

10 tahun yang lalu, perasaan ini tumbuh. Berkali kali aku berpindah arah, hasilnya tetap sama, tujuanku masih mengarah padamu.

Kita pernah mencoba kembali bersatu, tapi nyatanya gagal (lagi). Kegagalan kemarin benar benar membuatku terpuruk. Aku mencoba bangkit, mencari cara agar selalu sibuk, agar tidak sedetikpun ingatanku berputar tentangmu. Nyatanya, usahaku gagal.

Sampai detik ini aku masih mengharapkan kamu kembali.

Mungkin sudah tidak akan ada lagi “kita”. Tapi jika kamu membaca ini, ketahuilah jalan yang aku ambil sekarang bukan jalan buntu. Sebuah alternatif yang aku ambil untuk menyelamatkan kewarasanku kembali. Hanya ada 2 kemungkinan kedepannya selain kemungkinan takdir kematian menghampiri. Pertama, aku mungkin akan bisa mengikhlaskanmu lalu mencoba mencintai orang lain, mungkin saja aku menikah dengan warga lokal dan selamanya aku akan berada disana. Kedua, seseorang akan melamarku, menjempudku untuk kembali hidup di Jawa. Orang itu aku harap adalah kamu.

Aku tidak pernah tahu kemungkinan apa yang akan terjadi.

Sekarang aku hanya menyerahkan segalanya kepada Yang Maha Kuasa. Usahaku hanya melalui doa kepadaNya. Biar semua berjalan semestinya apakah akan mengarah ke kemungkinan pertama atau kemungkinan kedua.

Kali ini, aku akan menjalani hidup dengan baik dahulu, sampai waktunya tiba aku yakin Allah sudah menyiapkan yang terbaik untukku.

Satu lagi harapku, entah kapan, semoga kamu membaca ini di waktu yang tepat.

Perempuan

Bagaimana pendapatmu tentang perempuan yg sering nongkrong sama cowok-cowok sampe larut malem ?

Menurut agama dan sosial tentu ini tidak baik. Banyak mudharatnya, dan membahayakan juga.

Tapi untukku, aku membutuhkannya.

Kan bisa nongkrong sama cewek-cewek aja ? Iya bisa.. tapi, cewek tuh banyak drama gak siih, hehe kayak hmm ribet gitu, dan gak semua cewek dibolehin pulang malem sm orangtuanya.

Sejak kapan ya aku mulai sering main sama cowok-cowok.. hmm kayaknya sih sejak kuliah. Berawal dari kontrakan yg las vegas, termasuk organisasi juga yg kebanyakan cowok semua. Sebenernya bukan itu sih point yg mau aku omongin. Oke kita skip.

Yg mau aku omongin disini adalah bagaimana aku tumbuh menjadi perempuan yang extrovert. Perempuan yg membutuhkan energi bahagia lewat berkumpul dan bercerita dengan teman. Ini tentu tidak muncul begitu saja, semua pasti ada sebab nya. Untukku, penyebab nya karena aku tidak mendapat cukup ruang untuk bercerita dirumah. Rumahku bisa dikatakan adalah rumah yg hening. Jarang terjadi komunikasi antara manusia didalamnya. Bahkan saat makan bersama kami bisa terdiam. Aneh ya? Tapi itulah yg terjadi, setidaknya sejak anak-anak orangtuaku tumbuh dewasa. Kami tidak mengenal satu sama lain. Padahal dulu aku sering nge teh bersama bapak ibu di minggu pagi, saling bercerita, tertawa. Itu sudah berlalu bertahun-tahun lamanya.

Pernah ada yg bertanya sebenarnya masalah keluargaku apa. Komunikasi, jawabku. Dia bingung. Karna dia tidak pernah mengalami keheningan didalam rumahnya.

Aku baru menyadari ini saat aku dewasa, saat aku butuh orang untuk bertukar pikiran, keluargaku tidak memberikan ruang. Maka yang terjadi aku mencari ruang itu di luar rumah. Bertemu teman-teman adalah obat dari keheninganku.

Tentu aku iri dengan keluarga lain yg harmonis, terlihat akur satu sama lain, sering pergi bersama. Aku pernah mengalaminya, tapi itu sudah bertahun-tahun lalu lamanya.

Karena itu aku memiliki cita-cita untuk membangun rumah yg hangat, yg tak pernah sepi dari kehidupan manusianya. Ibu yg bertanya pada anaknya, ayah yg mengajak pergi anaknya, dan anak-anak yg selalu berisik dirumah. Aku menginginkannya.

Rencana

Tempo hari tiba2 aku ingin sekali menikah. Sampai tercetus dr mulutku “tahun depan aku nikah”, entahlah padahal biasanya aku selalu bilang “aku nanti yg terakhir nikah”. Yaa perasaan manusia mudah berubah. Bahkan semalam aku pun merubah lagi pandangan hidupku.

Aku yang biasanya hidup hanya mengikuti arus kali ini mulai berpikir rencana. Sebuah rencana membangun keluarga yang aku idamkan.

Sudah sejak lama aku mempunyai impian untuk akan dirumah jika sudah mempunyai anak, ini sudah kupikirkan sejak aku memakai seragam putih abu abu. Aku pernah melepas impian untuk menjadi perawat serta merta karena aku tidak mau bekerja shifting yang pastinya akan menyita waktuku bersama anak.

Mimpi itu sekarang sedang diambang batas, antara pudar atau nyata. Aku menjadi pns. Sebuah pekerjaan yang bisa dikatakan seumur hidup. Padahal dulu aku membenci pekerjaan ini.

Sebelum itu, aku ingin menjelaskan dulu perihal mengapa aku memutuskan menjadi pns. Juga mengapa aku mengambil kesempatan untuk bekerja di luar jawa.

Periode saat pandemi covid 19 mengubah alur hidupku. Aku resign dr ullen sentalu. Lalu memutuskan bekerja di pekalongan. Dengan gaji yang… hm tidak bisa membanggakan kedua orangtuaku. Tahun pertama kulalui dengan baik baik saja, euforia berkumpul hahahihi dengan teman masih menghinggapiku sampai suatu ketika aku merasakan perbedaan mencolok hadir dari sikap orang tuaku, terutama bapak.

Adikku, saat pandemi juga pulang kerumah. Dia lulusan angkatan covid 19. Jadi ujian dan lain sebagainya dilaksanakan dirumah. Mungkin Allah memberikan rejeki untuknya sehingga saat sudah lulus ia langsung diterima di perusahaan idamannya. Idaman orangtuaku juga. Dengan gaji yang.. lumayan, gaji jakarta tapi hidup dan bekerja di pekalongan. Ini yg membuat segala perlakuan berbeda. Aku yang terlahir peka dan sensitif tentu langsung merasakannya. Apa yang terjadi ?

Aku kalut. Aku runtuh. Aku hancur. Sosok bapak yg selama ini aku hormati tiba2 aku jadi membencinya, membenci karena sikapnya yg tidak adil. Hubungan kami semakin buruk karena aku depresi akibat putus cinta. Aku sering pulang dini hari. Pergi tanpa pamit. Rumah hanya untuk singgah tidur saja. Maka, bapak semakin membenciku. Suatu saat, aku akhirnya mengeluarkan segala keluh kesahku, aku marah. Bapak, pun sama. Beliau membalas perkataanku, dengan curahan hati versinya. Sejak itu aku sadar, aku belum bisa menjadi anak yg membanggakan. Aku belum bisa menjadi anak yg membuat orangtuanya tersenyum bahagia. Jadi, kuputuskan mengambil resiko besar dengan mendaftar pns di luar jawa.

Allah tentu mendengar segala keluh kesahku. Aku diterima tes. Sebuah kabar membahagiakan yg didengar bapak, sama seperti kabar saat aku dulu diterima kuliah dgn beasiswa fullly funded. Tentu, sejak itu bapak bersikap baik padaku.

Jadi, tugasku saat ini sebelum membentuk keluarga yg harmonis dan bahagia, aku harus menyelesaikan peranku sebagai anak yg mendukung pembentukan keluarga yg harmonis dan bahagia pula versi kedua orangtuaku.

Semoga, dalam waktu kurang lebih 10 tahun kedepan aku sudah menyelesaikan tugas ini. Dan giliranku untuk menjadi pionir bahagia di keluargaku nantinya. Tentu, dengan caraku, dengan versi yang berbeda dari kedua orangtuaku.

Anosmia

Pagi ini aku bangun dengan pikiran linglung karena merasa ada yang aneh sejak semalam. Rupanya aku telah kehilangan indera penciumanku. Beberapa hari ini hidungku memang agak tersumbat karena pilek, jadi aku terbiasa mengoleskan freshcare di antara mulut dan hidung. Biasanya aku bisa membaui bau khas freshcare yg beraroma mint, tapi sejak kemarin aku tidak sadar aku mengoleskan freshcare tanpa bisa merasakan bau apapun. Aku sadar saat pagi hari nya, merasa aneh dengan diriku sendiri, terutama karena aku merasa pusing di area hidung bagian atas. Kuoleskan freshcare lagi, tp aku tidak membaui apapun. Panik gak ? Panik gak ? Panik lah masa engga. Buru buru aku menyemprotkan parfume strawberryku, masih bisa ku cium bau nya tapi sangat samar. Lalu aku mencoba menyium lotion, deodoran, bahkan akhirnya aku menyemprotkan desinfektanku yg harusnya aku bisa mencium bau nya mengingat bau aslinya menyebar seluruh ruangan rumah. Tapi ternyata nihil. Aku tetap tidak bisa mencium apapun. Terhitung sejak hari ini aku anosmia. Sepertinya ini juga mulai merambah ke indera perasaku, tadi saat aku makan sate, ibu merasa agak gosong tp aku bahkan tidak merasakan apapun. Semoga segera berlalu. Semoga hanya karena pilek biasa, bukan karena covid 19. Aamiin

Melankolia

Beberapa hari ini tingkat sensitivitas ku meningkat tajam, hal hal kecil begitu menyakitkan atau sebaliknya. Oh ya, setelah drama penantian dan mengkritik pemerintah daerah tentang vaksin akhirnya jumat kemarin aku finally telah dimasuki chip bill gates 👏🏻. Alhamdulillah rejeki di siang bolong setelah sempat menangis karena suatu hal. Yah begitulah hidup, sedetik menangis detik kemudian tertawa (kutipan status facebookku jaman sma). Kondisi kesehatanku saat ini tidak fit, begitu pula orang rumah, bahkan ibu yang biasanya selalu paling kuat (loveyouibuk) kali ini beliau ikut tumbang. Sedih rasanya. Tapi aku berupaya membuat beliau bahagia dengan membelikan bibit cangkok buah tin. Jadi ide ini sebenarnya sudah tercetus lama, gara2 aku sering follow petani di twitter, dan berseliweran iklan buah atau bunga atau lainnya, dan aku tertarik lah dengan buah tin. Buah yg namanya disebutkan dalam Al-Qur’an. Tak sabar aku menantinya datang. Rencanaku berkebun masih panjang, semoga bisa terealisasi yah. Aamiin. Seperti biasa tulisan ini pasti tidak jelas kemana arahnya, tapi yasudahlah ini kan baru hari kedua, ngasal aja dulu.