Rencana

Tempo hari tiba2 aku ingin sekali menikah. Sampai tercetus dr mulutku “tahun depan aku nikah”, entahlah padahal biasanya aku selalu bilang “aku nanti yg terakhir nikah”. Yaa perasaan manusia mudah berubah. Bahkan semalam aku pun merubah lagi pandangan hidupku.

Aku yang biasanya hidup hanya mengikuti arus kali ini mulai berpikir rencana. Sebuah rencana membangun keluarga yang aku idamkan.

Sudah sejak lama aku mempunyai impian untuk akan dirumah jika sudah mempunyai anak, ini sudah kupikirkan sejak aku memakai seragam putih abu abu. Aku pernah melepas impian untuk menjadi perawat serta merta karena aku tidak mau bekerja shifting yang pastinya akan menyita waktuku bersama anak.

Mimpi itu sekarang sedang diambang batas, antara pudar atau nyata. Aku menjadi pns. Sebuah pekerjaan yang bisa dikatakan seumur hidup. Padahal dulu aku membenci pekerjaan ini.

Sebelum itu, aku ingin menjelaskan dulu perihal mengapa aku memutuskan menjadi pns. Juga mengapa aku mengambil kesempatan untuk bekerja di luar jawa.

Periode saat pandemi covid 19 mengubah alur hidupku. Aku resign dr ullen sentalu. Lalu memutuskan bekerja di pekalongan. Dengan gaji yang… hm tidak bisa membanggakan kedua orangtuaku. Tahun pertama kulalui dengan baik baik saja, euforia berkumpul hahahihi dengan teman masih menghinggapiku sampai suatu ketika aku merasakan perbedaan mencolok hadir dari sikap orang tuaku, terutama bapak.

Adikku, saat pandemi juga pulang kerumah. Dia lulusan angkatan covid 19. Jadi ujian dan lain sebagainya dilaksanakan dirumah. Mungkin Allah memberikan rejeki untuknya sehingga saat sudah lulus ia langsung diterima di perusahaan idamannya. Idaman orangtuaku juga. Dengan gaji yang.. lumayan, gaji jakarta tapi hidup dan bekerja di pekalongan. Ini yg membuat segala perlakuan berbeda. Aku yang terlahir peka dan sensitif tentu langsung merasakannya. Apa yang terjadi ?

Aku kalut. Aku runtuh. Aku hancur. Sosok bapak yg selama ini aku hormati tiba2 aku jadi membencinya, membenci karena sikapnya yg tidak adil. Hubungan kami semakin buruk karena aku depresi akibat putus cinta. Aku sering pulang dini hari. Pergi tanpa pamit. Rumah hanya untuk singgah tidur saja. Maka, bapak semakin membenciku. Suatu saat, aku akhirnya mengeluarkan segala keluh kesahku, aku marah. Bapak, pun sama. Beliau membalas perkataanku, dengan curahan hati versinya. Sejak itu aku sadar, aku belum bisa menjadi anak yg membanggakan. Aku belum bisa menjadi anak yg membuat orangtuanya tersenyum bahagia. Jadi, kuputuskan mengambil resiko besar dengan mendaftar pns di luar jawa.

Allah tentu mendengar segala keluh kesahku. Aku diterima tes. Sebuah kabar membahagiakan yg didengar bapak, sama seperti kabar saat aku dulu diterima kuliah dgn beasiswa fullly funded. Tentu, sejak itu bapak bersikap baik padaku.

Jadi, tugasku saat ini sebelum membentuk keluarga yg harmonis dan bahagia, aku harus menyelesaikan peranku sebagai anak yg mendukung pembentukan keluarga yg harmonis dan bahagia pula versi kedua orangtuaku.

Semoga, dalam waktu kurang lebih 10 tahun kedepan aku sudah menyelesaikan tugas ini. Dan giliranku untuk menjadi pionir bahagia di keluargaku nantinya. Tentu, dengan caraku, dengan versi yang berbeda dari kedua orangtuaku.

Tinggalkan Komentar